Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Gegenitan ke Bandung

Oktober sepertinya jadi bulan yang pas buat gw nge-Bandung. Bareng si Iti, bocah alay yang nayla, gw memutuskan naik kereta Argo Parahyangan buat mengantarkan kami ke Kota Bunga di Sabtu Ceria! Aha! Hahahahhaha Keribetan pasti aja terjadi ya kalo perginya bareng tu anak kecil. Dimulai dari Jumat malam yang cukup  panjang karena kami keasyikan main di salah satu pusat hiburan, Gajah Mada Plaza (ebuset, bukan yang aneh-aneh ya). Tenang, tenang, kami main semacam timezone gitu! Bukan celamitan sama om-om woy! hahahhaha..... Kelar main udah nyaris jam 22.00 WIB kalo ga salah. Setelahnya masih harus ke Gambir ngeprint tiket, trus nyamperin kostan salah satu temen  buat ngambil kameranya si bocah yang ga sengaja ketinggalan di lokasi liputan doi. Kan kampret! Ada-ada aja kelakuannya yang bikin waktu jadi terbuang. Odong nih si Iti. Yaudin. Dipercepat dah. Sekitar jam 03.00 Sabtu dini hari, kami mulai siap-siap. Tepat jam 04.00 kami berangkat menuju Gambir. Alhamdulillah, meski telat du

Lalu Apa?

Belakangan kuping saya pengang mendengar berbagai makian dari banyak mulut, termasuk mulut saya sendiri. Saya atau kami mulai jengah dengan apa yang dipertontonkan oleh beberapa oknum 'gila' di lingkungan yang sempat menjadi tempat ternyaman saya. Kantor.

Istana dan Senyapnya Isu Reshuffle

ISU reshuffle semakin kencang berhembus. Istana Kepresidenan kerap kali disambangi tokoh penting yang disebut-sebut bakal masuk dalam daftar Kabinet Kerja. Istana seringkali 'ngeles' ketika ditanyai soal ini. Jawaban reshuffle merupakan hak prerogratif presiden seolah menjadi senjata pihak istana ketika didesak pertanyaan soal perombakan pembantu presiden. Saya tak sengaja bertemu Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat 8 April pagi. Hasto tampak buru-buru menuju jalan ke luar. Hasto yang datang di tengah kencangnya isu reshuffle tentu mengundang berbagai dugaan. Kabarnya, Hasto menemui Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Pertemuan luput dari pantauan media yang hari ini berfokus pada rapat pemerintah bersama ratusan kepala daerah hasil Pilkada 2015 di Istana Negara. Kabar pertemuan ini kemudian dikonfirmasi kepada Pramono. Mengelak. Itu lah kesan yang didapat dari sikap Pramono hari ini. Berkali-kali ditanya, Pramono hanya terse

Atas Nama Lazim

Lazim. Iya, lazim, sesuatu yang sudah biasa, menjadi kebiasaan, sudah umum, dan lain-lain. Di negeri tercinta ini, kebenaran mungkin bisa diciptakan karena lazim. Jangan tanya kenapa, gue juga ga terlalu tahu apa muasal semuanya bisa begitu. Satu hal yang gue tahu, sampaikan apa yang benar sebanyak-banyaknya, biar orang tak terbiasa menerima yang salah. Udah itu aja. Prinsip itu gue pegang dalam hidup. Sayangnya, itu ga bisa diterapin di lingkungan gue sekarang. Sebagai kuli tinta, penyampai informasi pada publik, gue merasa hal semacam itu wajib dilakukan. Tapi argumentasi soal "enggak apa-apa pake kata (sesuatu), umum lebih mengerti," membuat gue merasa akan sia-sia berargumentasi di depan penyampai. Satu dua kali gue bisa terima ketika dikatakan menulislah dengan bahasa yang dimengerti orang kebanyakan. Penulis memang mau tulisannya dibaca dan dimengerti. Pembiaran demi pembiaran terjadi di tahap ini. Misal, kata absen untuk menunjukkan kehadiran orang. Padaha

Alur

‎Ada banyak manusia yang mencoba menikmati rasa sakit. Dulu, saya berada di seberang mereka. Menurut saya, selama masih bisa dihindari, rasa sakit sebaiknya jangan dirasa-rasa. Ya, kira-kira begitu lah. Masih banyak aktivitas yang bisa dilakukan ketimbang sekadar menikmati perih. Moron! Iya sih, sedikit emosional menanggapinya. Hahaha Tapi seorang teman pernah memberi wejangan. "Sesekali, rasa sakit itu harus dinikmati. Contohnya rasa rindu. Lu rindu sama bokap, sama temen, sama siapa pun yang udah ga bisa lu lihat, mendingan lo serap. Kalo emang harus nangis ya nangis, jangan ditahan," kata dia. Ah sampah!  "Lu bisa ngomong begitu karena lu belom ngerasain. Seenak jidat lebar aja lu ngomong,"  Begitulah jawaban saya, waktu itu. Aneh menurut saya teori tentang sesekali menikmati rasa sakit, perih, rindu, atau apalah namanya. Semakin ke sini, saya merasa ada benarnya juga omongan si teman. Banyak kenalan yang memang sesekali mengaku menikmati semua kesenduan hidup. S

Jakarta Hari Ini

Tak ada yang berbeda dengan Jakarta hari ini. Saya janji! Setidaknya, untuk diri saya sendiri. Pagi menjelang siang, sekitar pukul 10.55 WIB, Kamis 14 Januari, kelas yang tadinya fokus mendengar ocehan pemateri seketika sedikit riuh. "Ada ledakan di Sarinah, ya?" Kurang lebih seperti itu kalimat yang pertama kali muncul dari seorang teman. Sebagai seorang jurnalis (belum berpengalaman), saya sontak mengambil handphone dan membuka beberapa notifikasi Whatsapp. Foto, video, kalimat perintah atasan, dan komentar anggota (beberapa) grup yang saya ikuti, bermunculan. Saya mulai mengusap jari ke arah atas layar handphone sampai menemukan informasi pertama soal ledakan. Pelan-pelan, saya membaca dan menyaksikan satu per satu informasi baik audio maupun visual yang masuk ke handphone. "Oh, ada bom dan tembak-tembakan," batin saya. Saya tidak bilang rasa empati saya hilang. Keyakinan saya jika semua akan baik-baik saja mengalahkan rasa takut dan panik. Dengan tenang, saya me