Skip to main content

Jakarta Hari Ini

Tak ada yang berbeda dengan Jakarta hari ini. Saya janji! Setidaknya, untuk diri saya sendiri.


Pagi menjelang siang, sekitar pukul 10.55 WIB, Kamis 14 Januari, kelas yang tadinya fokus mendengar ocehan pemateri seketika sedikit riuh.

"Ada ledakan di Sarinah, ya?"

Kurang lebih seperti itu kalimat yang pertama kali muncul dari seorang teman.

Sebagai seorang jurnalis (belum berpengalaman), saya sontak mengambil handphone dan membuka beberapa notifikasi Whatsapp. Foto, video, kalimat perintah atasan, dan komentar anggota (beberapa) grup yang saya ikuti, bermunculan.

Saya mulai mengusap jari ke arah atas layar handphone sampai menemukan informasi pertama soal ledakan. Pelan-pelan, saya membaca dan menyaksikan satu per satu informasi baik audio maupun visual yang masuk ke handphone.

"Oh, ada bom dan tembak-tembakan," batin saya.

Saya tidak bilang rasa empati saya hilang. Keyakinan saya jika semua akan baik-baik saja mengalahkan rasa takut dan panik.

Dengan tenang, saya mencoba mengingatkan kerabat di sekitar Thamrin-Sudirman hingga Senayan untuk berhati-hati, namun tidak perlu panik. Adik ipar yang kebetulan berkantor di kawasan SCBD menghubungi, bertanya soal peristiwa dan isu yang mengikuti di belakangnya.

Fakta pasti saya sampaikan. Hoax pun saya sampaikan apa adanya dan memastikan ledakan hanya terjadi di satu lokasi.

"Biar mereka tahu kondisi sebenarnya," batin saya lagi.

Handphone terus berdering. Saudara, sahabat, dan teman-teman ramai menanyakan kondisi saya. Alhamdulillah, banyak kerabat peduli soal keselamatan saya.

Sekitar tujuh menit membaca grup, tangan kanan saya meraih mouse komputer. Saya mulai mengetikkan Metrotvnews.com untuk mencari tahu informasi lengkap berwujud berita.

Pemateri masih sibuk dengan bahan ajarnya. Dia belum tahu ada peristiwa nahas ini. Tapi, matanya mulai melirik ke arah saya dan beberapa teman yang terlihat hilang fokus.

Rekan saya, Denny, langsung berdiri dan berpamitan pada pemateri. "Maaf pak, ngurusin Breaking News dulu," kata dia sembari berjalan ke luar kelas.

Wajar! Karena semua video yang tayang di portal berita kami, menjadi tanggung jawab dia.

Kiriman foto, video, dan kalimat informasi masih seliweran di handphone kami, jurnalis yang kebetulan mendapat jatah pelatihan di kantor. Sedikit mencekam karena video dan foto saling tembak Polisi vs teroris mulai bermunculan.


Darah! Iya, darah! Orang tergeletak, polisi mengeker teroris, wajah teroris memegang pistol jelas terpampang, pasukan berseragam siap tempur sedikit berlari dengan senjata siap membedil.

"Oke, Jakarta beneran diteror!" batin saya tiba-tiba berubah rasa.

Kening saya sempat berkerut. Mengapa ini terjadi di Jakarta? Di Indonesia yang saya cintai. Di tanah tempat saya menghirup udara dan rela lelah demi melakukan aktivitas yang sekaligus memberi saya rupiah untuk menyambung hidup?

Cukup lama saya bergelut dengan pikiran sendiri. Tapi, seketika senyum saya terkembang!

Banyak foto menunjukkan masyarakat berkerumun di lokasi, bahkan ketika saling tembak berlangsung. BAHAYA! Iya, betul! Sangat berbahaya karena mereka bisa jadi sasaran tembak!

Tapi gambar-gambar itu membuat saya sadar, tidak ada yang berubah dari Jakarta hari ini! Meski banyak orang menilai mereka yang berkerumun adalah orang bodoh dan tak punya otak, buat saya, mereka justru menjadi sumber semangat aparat untuk segera melumpuhkan para teroris.

Meme soal seorang tukang sate yang tetap mengipas dagangannya untuk melayani pembeli yang kelaparan ramai di media sosial. Saya tertawa! Tenang sekali bapak itu!

Tak cuma dia, pedagang asongan, kacang rebus, dan kopi keliling pun seliweran! "Rasa takut tidak makan esok hari lebih besar dari rasa takut akan ancaman teroris," kira-kira begitu kalimat yang beredar di media sosial.

Tagar #KamiTidakTakut pun bermunculan. Banyak yang bilang, ini bisa melawan kemauan teroris yang berharap Indonesia khususnya Jakarta loyo. Saya sedikit setuju. Karena semakin tampak ketakutan bangsa ini, semakin senang para teroris itu.

Tapi, bukan berarti kita abai. Waspada harus tetap dikedepankan. Rasa percaya pada aparat keamanan harus tetap diberikan. Yang jelas, #KamiTidakTakut bukanlah bentuk kepongahan atau sok-sok-an.

Ini hanya menunjukkan kita tak gentar meski teroris berusaha menjadi pengacau. Bangsa ini tidak 'mati' karena ancaman itu.

Iya, tak ada yang berbeda dari Jakarta hari ini, besok, dan seterusnya.


Comments

Popular posts from this blog

Quo Vadis?

Lalu kemana harus kubawa pikiran ini? Membuatnya melayang bebas saja aku tak sanggup. Selalu ada sesuatu dalam diri yang menahan dan berusaha membawanya kembali pada jalur yang sama. Kamu. Se-istimewa itu kah Kamu? Aku bahkan sudah melupakan-Mu bertahun-tahun lamanya. Kurasa, Kamu juga sama. Secara tak sadar melupakan aku. Aku jadi ingat waktu Kita masih sering berjalan beriringan. Kamu dengan segala isyarat yang disampaikan melalui banyak 'media' membuat aku patuh dan tergiring ke jalan yang Kamu mau. Sampai pada suatu saat Kamu membuatku benar-benar kaget. Kau bahkan tak memberiku waktu untuk bersiap-siap menghadapinya. Maaf, tapi terus terang aku KECEWA! Sangat kecewa. Kita hidup dalam damai. Kita saling jujur. Tak ada yang kusembunyikan dari Kamu. Tapi belakangan aku sadar, terlalu banyak yang Kamu sembunyikan dari aku. Orang-orang bilang, tak ada satu pun akan tau apa yang Kamu lakukan di detik berikutnya. Kamu memberi kejutan tak menyenangkan! Kamu me

Cerita Kita Selesai

Kamu, seperti yang banyak dipercaya orang, merupakan cinta pertama yang sempurna. Sosok yang selalu memberi kenyamanan dan kehangatan. Idealnya, kamu memberi gambaran sosok seperti apa yang akan menemani perjalanan hidup sang putri di masa depan. Di luar itu, kamu menjadi tokoh utama keluarga yang idealnya (lagi) bisa menjadi contoh. Kamu punya segalanya. Di mata orang-orang, kamu seperti malaikat. Melindungi, mengayomi, menjadi manudia nyaris sempurna. Utuh. Kamu seperti utuh menjadi manusia. Hampir semua orang memuji. Kamu sosok kuat, berprinsip, tak neko-neko, pantang curang. Hidupmu kau serahkan untuk mengabdi kepada negara, daerah, dan masyarakat yang meminta. Sangat sempurna bukan? Tapi kamu lupa. Berjalan terlalu lurus sampai lengah ada benda kecil yang membuatmu terpeleset. Kamu terjatuh. Seluruh tubuhmu kotor. Tapi ada seseorang yang buru-buru membersihkan badan besarmu itu. Kau kembali ke hadapan manusia lain dengan rapi. Sangat rapi. Kemudian kamu pergi. Berlal