Skip to main content

That Man Oh Soo Ngajarin Kita Lebih Kuat

Gokil! Jarang-jarang nih gw ngomongin drama Korea! Eh, bisa dibilang ga pernah ada deng di blog ini. Hahahaha..

Jadi belakangan gw tertarik buat nonton drama yang dibintangi Lee Jong-Hyun dan Kim So-eun ini. Gw pikir bakal seru. Hm... Emang seru sih.

Menurut gw, ada banyak hal yang bisa diambil dari drama itu. Inget! Pas tulisan ini published, drama itu belom kelar loh ya.

Dari 10 episode yang gw tonton, ada banyak kejadian yang seharusnya bisa kita tangkep. Jadi, ocehan sotoy gw soal drama ini lebih baik  kita mulai.

Pertama, tetep aja menurut gw banyak hal ga masuk akal. Hahaha.. Segala kebetulan yang ada tuh semacam fantasi yang dinyata-nyatakan. Tapi gapapa, ga ada salahnya juga.

Kedua, ada beberapa adegan yang sangat gw suka. Salah satunya, gimana si Seo Yoo-Ri mencemaskan kondisi ibunya. Gimana dia menjaga emosi biar ga down di depan ibunya.

Percaya atau ga, itu ga mudah. Adegan itu, buat gw, memberi pesan mendalam soal gimana susahnya ngorbanin perasaan sendiri demi ngejaga kondisi orang lain. Ini banyak kejadian di dunia nyata. Banyak yang bisa berpura-pura baik-baik aja, tapi ga sedikit yang lemah dan akhirnya mewek di depan orang yang semestinya dikuatkan.

Bebas sih. Toh, mengekspresikan perasaan itu bisa dengan cara apa pun. Perkara efeknya gimana, mungkin bisa dipikirkan nanti. Hehehe...

Yoo-Ri menggambarkan tipe perempuan kuat di hadapan keluarga dan orang lain. Tapi kalo lagi sendirian, dia ga bisa nahan nangis. Eh, di depan orang-orang tertentu juga deng. Salah satunya Oh Soo. Itu juga gegara Oh Soo mergokin doi lagi mewek. Terlanjur basah, ya sudah, mandi sekalian! Hahahaha....

Oh Soo pun berlaku sama. Sok nguatin, sok selalu ada, padahal hidupnya sendiri penuh trauma. Iya, dia ngerasa bersalah sama kematian bokapnya kalo ga salah.

Dua tokoh utama ini punya persoalan sama. Sama-sama ngerasa bersalah atas kematian orang tuanya. Yoo-Ri ngerasa kematian bokapnya ga bakal kejadian kalo dia ga rewel minta bokapnya dateng pas ultah. 

Di poin itu, kita bisa berkaca, menyimpan trauma dan rasa bersalah itu sama sekali ga menguntungkan. Persoalannya, gimana cara mengatasi itu biar ga berdampak negatif ke kita.

Ini soal manajemen pikiran sepertinya. Gw juga gatau gimana caranya. Hahaha... Mungkin bisa dengan mengikhlaskan atau ngebodoamatin aja. Buat gw, ngebodoamatin jadi cara terjitu saat ini.

Kalo udah semakin parah, ya lo cari psikiater dah! Bahaya kalo didiemin.

Trus, apa lagi?

Soal pengorbanan. Peran Kang Tae-Oh sebagai Kim Jin-Woo menurut gw cukup sentral. Kehadiran dia secara ga langsung menentukan keberlangsungan hidup Yoo-Ri. Bayangin kalo dia ga bantuin ngobatin ibunya Yoo-Ri? Bisa dirundung duka itu perempuan yang dia cinta.

Dua orang ini memang punya sejarah. Sama-sama suka di masa lalu. Itu juga kalo ga salah sih, hehehe...

Jin-Woo ngelakuin apa pun, termasuk ngebujuk kakaknya yang dokter untuk kasih pengobatan terbaik buat ibunya Yoo-Ri. Dia juga rela bayarin biaya rumah sakit yang ga sedikit. Hmmm... sisi ga masuk akalnya, toh dia anak direktur rumah sakit ye kan.. Jadi bebas-bebas aja gitu. Hahahahha..

Dan dia berperan sebagai guru. Ini bagus sih, keluarga dokter ga melulu harus menjadi dokter atau kerja di bidang yang berkaitan dengan itu. Jauh loh ya dunia kedokteran dama guru. Salut dah sama Jin-Woo untuk kasus ini.

Oke, kembali ke pengorbanan. Dia rela ngelakuin apa pun itu udah dihitung pengorbanan ya. Belom lagi kemungkinan cinta dia ga berbalas ke Yoo-Ri cukup besar. Bagusnya, di episode berikutnya ni anak bisa berlapang dada. Haha...

Hmmm... sekian dulu dah ocehan dangkal gw. Daripada gw ngubek comberan, kan mending ngetik beginian yak.

Salam damai untuk fans drama Korea. Tulisan sotoy ini tidak bermaksud menyinggung siapa pun. 

Comments

Popular posts from this blog

Quo Vadis?

Lalu kemana harus kubawa pikiran ini? Membuatnya melayang bebas saja aku tak sanggup. Selalu ada sesuatu dalam diri yang menahan dan berusaha membawanya kembali pada jalur yang sama. Kamu. Se-istimewa itu kah Kamu? Aku bahkan sudah melupakan-Mu bertahun-tahun lamanya. Kurasa, Kamu juga sama. Secara tak sadar melupakan aku. Aku jadi ingat waktu Kita masih sering berjalan beriringan. Kamu dengan segala isyarat yang disampaikan melalui banyak 'media' membuat aku patuh dan tergiring ke jalan yang Kamu mau. Sampai pada suatu saat Kamu membuatku benar-benar kaget. Kau bahkan tak memberiku waktu untuk bersiap-siap menghadapinya. Maaf, tapi terus terang aku KECEWA! Sangat kecewa. Kita hidup dalam damai. Kita saling jujur. Tak ada yang kusembunyikan dari Kamu. Tapi belakangan aku sadar, terlalu banyak yang Kamu sembunyikan dari aku. Orang-orang bilang, tak ada satu pun akan tau apa yang Kamu lakukan di detik berikutnya. Kamu memberi kejutan tak menyenangkan! Kamu me

Cerita Kita Selesai

Kamu, seperti yang banyak dipercaya orang, merupakan cinta pertama yang sempurna. Sosok yang selalu memberi kenyamanan dan kehangatan. Idealnya, kamu memberi gambaran sosok seperti apa yang akan menemani perjalanan hidup sang putri di masa depan. Di luar itu, kamu menjadi tokoh utama keluarga yang idealnya (lagi) bisa menjadi contoh. Kamu punya segalanya. Di mata orang-orang, kamu seperti malaikat. Melindungi, mengayomi, menjadi manudia nyaris sempurna. Utuh. Kamu seperti utuh menjadi manusia. Hampir semua orang memuji. Kamu sosok kuat, berprinsip, tak neko-neko, pantang curang. Hidupmu kau serahkan untuk mengabdi kepada negara, daerah, dan masyarakat yang meminta. Sangat sempurna bukan? Tapi kamu lupa. Berjalan terlalu lurus sampai lengah ada benda kecil yang membuatmu terpeleset. Kamu terjatuh. Seluruh tubuhmu kotor. Tapi ada seseorang yang buru-buru membersihkan badan besarmu itu. Kau kembali ke hadapan manusia lain dengan rapi. Sangat rapi. Kemudian kamu pergi. Berlal