Skip to main content

#SenjaKita

-Jika senja itu sudah bukan milik kita lagi, izinkan aku untuk mencari kenyamanan baru-

Masih ingat 'Bintang Cuma Satu' ? Cerita yang kubuat karena kesamaan ketertarikan antara aku dan kamu? Pecinta senja, pengagum malam, dan pemuja bintang. Ya, aku dan kamu.

"Setidaknya aku pernah memilikimu dalam senja dan malamku, hingga bintang cuma satu," tulisku waktu itu, pada buku kecil yang selalu menjadi tempatku berbagi kisah 'tak biasa' kita.

Cerita kita masih gantung. Kau tak pernah mengungkap siapa yang akan kau berikan separuh bintang itu. Aku pun sama. Tak pernah mencoba memberitahumu bahwa aku ingin berbagi bintang hanya denganmu. Aku cuma mau kau menyadarinya sendiri.

Miris. Bukan karena aku merasa luka. Tidak. Aku tak pernah terluka karena hal-hal yang berkaitan denganmu. Justru, aku hanya akan membuang-buang waktu jika menganggap kehadiranmu adalah duka.

***
Kita berpisah begitu saja waktu itu. "Bye, semoga kita masih bisa bertemu lagi lain waktu," ujarmu.
Aku tak mengatakan apa-apa kecuali melambaikan tangan dan berbalik menjauh darimu.
Perasaanku sangat tenang. Langkahku pun menjadi sangat ringan. Entahlah, aku juga tak tahu kenapa.

***
Sekarang sudah dua tahun sejak pertemuan terakhir kita. Tak ada kontak melalui media komunikasi apa pun. Aku bahkan lupa bagaimana postur dan wajahmu. Sepertinya sudah banyak berubah, ya?

***
Sudah menjelang pergantian tahun. Sebaiknya aku menyusun rencana untuk berlibur. Terlalu serius dengan pekerjaan beberapa bulan belakangan membuat otakku mumet.

Pantai! Ya, pantai sepertinya akan menjadi destinasi tetapku di akhir tahun ini. Meski belum tahu pantai mana yang akan kukunjungi, rasa hangat pasirnya sudah bisa kurasakan menyentuh sebagian kakiku.

Aku menutup perlahan kedua mataku. Membayangkan semburat oranye ketika matahari akan tenggelam. Nyaman. Ah, sudah lebih dari dua jam rupanya pikiran ini melayang. Hari sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Tidur mungkin menjadi pilihan yang tepat.

***
Alarm smart phone-ku berbunyi. Jam menunjukkan pukul 6 pagi. Aku lupa mengganti angka jam rupanya. Hari ini hari libur buatku. Setidaknya hingga besok.

Aku memutuskan bangkit dari tempat tidur. Tepatnya bengong sambil memeluk guling. Mataku mengelilingi kamar. Tatapanku terhenti di salah satu rak. Album foto. Ya, album foto yang dulu kuisi dengan sketsa perjalanan singkat kita.

Kubuka perlahan lembar demi lembar. Hanya satu foto yang sangat menarik perhatianku. Foto di pinggir Pantai Pangandaran. Hanya ada kita, semburat senja, pasir, dan buih ombak. Sungguh menenangkan.

Sepersekian detik setelahnya aku baru menyadari. Kenapa aku tak mengunjungi pantai itu saja? Toh tak terlalu jauh dari Jakarta dan aku tak perlu mengambil cuti dalam waktu yang lama.

***
Izin cuti sudah kupegang. Rabu hingga Selasa depan menjadi hari bebasku. Kuayun langkah secepat mungkin untuk meninggalkan kantor.

"Ini waktuku. Tak ada yang berhak mengangguu!" Batinku.

Aku tergesa membuka pintu kamar. Mengambil carrier dan memasukkan berbagai keperluan untuk berlibur di pantai.

Yup! Beres! Besok subuh aku sudah bisa berangkat. Baru kali ini tidurku terasa sangat nyenyak.

***
Oke. Waktunya berangkat. Kumasukkan semua 'peralatan perangku' ke bagasi mobil. Aku langsung memacu mobil kecilku membelah jalanan Jakarta-Ciamis. Berlibur sendirian sudah sering kulakukan. Kalian tak perlu khawatir aku hilang atau tersesat. :).

Aku berhasil tiba dengan selamat di bungalowyang sudah kupesan sebelumnya. Perjalanan kurang lebih 8 jam membuat tubuhku sangat letih.

Sayangnya, kecantikan senja tak mampu menahan kakiku untuk segera mencumbuinya. Setelah mandi dan berganti pakaian santai, aku langsung menjumpai bibir pantai.

Beberapa kali kuambil gambar matahari yang malu-malu mulai bersembunyi ke balik laut. Aneh, pantai ini sepi sekali. Tak sampai 20 orang sepertinya yang menikmati senja di tempat ini. Tapi tak apa. Suasana sepi membuatku bebas bergerak ke sana kemari.

Aku membentangkan kain pantai dan berbaring. Inilah caraku mengantarkan senja dan menyambut bintang. Tenang. Sampai tiba-tiba kau muncul dan membuyarkan semua imajinasiku.

"Masih rutin menanti senja dan malam hingga bintang cuma satu?" Tanyamu tiba-tiba.

"Hah? Kamu? Sejak kapan di sini?" Aku bertanya heran.

"Sejak kemarin aku sudah di sini. Oh ya, apa kabar?"

Seolah tak pernah ada cerita gantung di antara kita. Kau menyalami dan mencium pipi kanan dan kiriku.

"Ba..baik. Kamu gimana? Dan kemana aja selama ini?" Balasku.

Ia pun menceritakan perjalanannya selama kurang lebih dua tahun belakangan. Dari ceritanya pulalah aku tahu dia bekerja di salah satu perusahaan tambang dan ditugaskan di Irian Jaya.

"Pantes kita sama sekali enggak pernah ketemu setelah senja itu," ujarku.

"Ya. Enggak lama setelah itu aku keterima di sana dan langsung ditempatin di Papua. Sudah satu tahun enggak balik ke Jakarta. Baru sekarang sempet dan langsung pengen menikmati senja di sini. Kamu kenapa tiba-tiba bisa sampe di sini?" Panjang juga cerita manusia kampret ini.

"Oh. Aku ambil cuti. Butuh refreshing. Dan ingat tempat ini. Tempat yang tak pernah kuceritakan bahkan dalam tulisanku," Aku menjawab sekenanya.

Dia tahu aku suka menulis. Dan hanya kata 'oooo' yang keluar dari bibir tipisnya. Dia kemudian berbaring di sampingku. Setengah malam ini kami habiskan dalam diam.

"Kamu belum jawab pertanyaanku. Masih suka menanti senja dan malam, hingga bintang cuma satu?"

"Tidak juga. Ini kali pertama aku melakukannya lagi," jawabku.

Dia diam sambil menatap langit. Tepat pukul 02.15 dini hari, hanya ada satu bintang di langit sana.

"Hei, lihat! Itu bintangnya cuma satu. Malem ini kita berhasil mendapat pemandangan yang seperti ini!" Ujarnya bersemangat.

Aku hanya membalas dengan anggukan. Aku bangkit dan berpamitan.

"Aku kembali ke bungalow. Cuacanya sudah terlalu dingin," ujarku sambil kemudian berjalan.

Aku tak melihat ke arahnya sedikitpun. Entahlah. Datar. Tak ada getar apa pun seperti dulu saat aku menginginkannya. Aku hanya mendengar ia akan menungguku di tempat yang sama besok. Ya sudah, lihat besok sajalah.

(Bersambung)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Quo Vadis?

Lalu kemana harus kubawa pikiran ini? Membuatnya melayang bebas saja aku tak sanggup. Selalu ada sesuatu dalam diri yang menahan dan berusaha membawanya kembali pada jalur yang sama. Kamu. Se-istimewa itu kah Kamu? Aku bahkan sudah melupakan-Mu bertahun-tahun lamanya. Kurasa, Kamu juga sama. Secara tak sadar melupakan aku. Aku jadi ingat waktu Kita masih sering berjalan beriringan. Kamu dengan segala isyarat yang disampaikan melalui banyak 'media' membuat aku patuh dan tergiring ke jalan yang Kamu mau. Sampai pada suatu saat Kamu membuatku benar-benar kaget. Kau bahkan tak memberiku waktu untuk bersiap-siap menghadapinya. Maaf, tapi terus terang aku KECEWA! Sangat kecewa. Kita hidup dalam damai. Kita saling jujur. Tak ada yang kusembunyikan dari Kamu. Tapi belakangan aku sadar, terlalu banyak yang Kamu sembunyikan dari aku. Orang-orang bilang, tak ada satu pun akan tau apa yang Kamu lakukan di detik berikutnya. Kamu memberi kejutan tak menyenangkan! Kamu me

Cerita Kita Selesai

Kamu, seperti yang banyak dipercaya orang, merupakan cinta pertama yang sempurna. Sosok yang selalu memberi kenyamanan dan kehangatan. Idealnya, kamu memberi gambaran sosok seperti apa yang akan menemani perjalanan hidup sang putri di masa depan. Di luar itu, kamu menjadi tokoh utama keluarga yang idealnya (lagi) bisa menjadi contoh. Kamu punya segalanya. Di mata orang-orang, kamu seperti malaikat. Melindungi, mengayomi, menjadi manudia nyaris sempurna. Utuh. Kamu seperti utuh menjadi manusia. Hampir semua orang memuji. Kamu sosok kuat, berprinsip, tak neko-neko, pantang curang. Hidupmu kau serahkan untuk mengabdi kepada negara, daerah, dan masyarakat yang meminta. Sangat sempurna bukan? Tapi kamu lupa. Berjalan terlalu lurus sampai lengah ada benda kecil yang membuatmu terpeleset. Kamu terjatuh. Seluruh tubuhmu kotor. Tapi ada seseorang yang buru-buru membersihkan badan besarmu itu. Kau kembali ke hadapan manusia lain dengan rapi. Sangat rapi. Kemudian kamu pergi. Berlal