Skip to main content

(Masih Tentang) Setengah Jiwa, Hati, dan Rasio


DULU selalu ada cerita tentang dia, mp3, soft drink, buku kecil, dan pensil mekanik. Selalu ada aku yang mencoba menyelami dia dan dunianya. Kami menyatu. Saling mengerti tanpa mencoba untuk saling mengganggu. Ya, karena kami sangat menghargai spasi. :)


***
Satu setengah tahun aku kehilangan semua itu. Hal-hal yang pada awalnya bisa membuatku orgasme pikiran dan hasrat akan kebebasan. Spasi yang kami agungkan kini menjadi tiga ketukan tabulasi. Terlalu jauh. Seperti terjadi secara natural tapi aku tahu itu semua tentang kesengajaan.

Aku sudah tak sempat mengamati dia yang dulu kehilangan kehangatan terhadap makhluk lain bernama manusia. Aku kehilangan banyak momen yang mungkin menyebabkan banyak perubahan pada dia. Yang kudengar, kini dia sudah bisa menerima keberadaan mereka yang dulu hanya dianggapnya angin.

***
Belakangan aku mencoba mendekati semua itu lagi. Kira-kira satu bulan belakangan. Banyak perubahan memang. Dia sudah bisa kembali hangat. Dia mau membagi senyum. Tapi tetap, tak ada duka yang bisa ia bagi pada mereka yang dianggap 'dekat' sekalipun. Setia menjadi pendengar tanpa berharap didengar.

Bedanya kini yang menjadi sahabat lainnya di luar manusia hanyalah laptop dan kacamata. Zaman berubah, semua hal bergeser. Begitu juga dia.

Dia tetap terlihat sangat nyaman dengan itu. Yang membuatku salut saat ini adalah dia bisa membagi pikiran dan waktunya di dua 'dunia' yang berbeda. Dia akan menjadi 'manusia' ketika bersama manusia. Dia juga bisa menjadi 'es' ketika kembali pada diri yang sebenarnya.

Masih membingungkan. Tapi sudahlah. Suatu saat nanti aku akan kembali menjadi pengamat setia kehidupan dia. Kenapa? Karena (Masih Tentang) Setengah Jiwa, Hati, dan Rasio antara aku dan dia. :))

Comments

Popular posts from this blog

Quo Vadis?

Lalu kemana harus kubawa pikiran ini? Membuatnya melayang bebas saja aku tak sanggup. Selalu ada sesuatu dalam diri yang menahan dan berusaha membawanya kembali pada jalur yang sama. Kamu. Se-istimewa itu kah Kamu? Aku bahkan sudah melupakan-Mu bertahun-tahun lamanya. Kurasa, Kamu juga sama. Secara tak sadar melupakan aku. Aku jadi ingat waktu Kita masih sering berjalan beriringan. Kamu dengan segala isyarat yang disampaikan melalui banyak 'media' membuat aku patuh dan tergiring ke jalan yang Kamu mau. Sampai pada suatu saat Kamu membuatku benar-benar kaget. Kau bahkan tak memberiku waktu untuk bersiap-siap menghadapinya. Maaf, tapi terus terang aku KECEWA! Sangat kecewa. Kita hidup dalam damai. Kita saling jujur. Tak ada yang kusembunyikan dari Kamu. Tapi belakangan aku sadar, terlalu banyak yang Kamu sembunyikan dari aku. Orang-orang bilang, tak ada satu pun akan tau apa yang Kamu lakukan di detik berikutnya. Kamu memberi kejutan tak menyenangkan! Kamu me

Cerita Kita Selesai

Kamu, seperti yang banyak dipercaya orang, merupakan cinta pertama yang sempurna. Sosok yang selalu memberi kenyamanan dan kehangatan. Idealnya, kamu memberi gambaran sosok seperti apa yang akan menemani perjalanan hidup sang putri di masa depan. Di luar itu, kamu menjadi tokoh utama keluarga yang idealnya (lagi) bisa menjadi contoh. Kamu punya segalanya. Di mata orang-orang, kamu seperti malaikat. Melindungi, mengayomi, menjadi manudia nyaris sempurna. Utuh. Kamu seperti utuh menjadi manusia. Hampir semua orang memuji. Kamu sosok kuat, berprinsip, tak neko-neko, pantang curang. Hidupmu kau serahkan untuk mengabdi kepada negara, daerah, dan masyarakat yang meminta. Sangat sempurna bukan? Tapi kamu lupa. Berjalan terlalu lurus sampai lengah ada benda kecil yang membuatmu terpeleset. Kamu terjatuh. Seluruh tubuhmu kotor. Tapi ada seseorang yang buru-buru membersihkan badan besarmu itu. Kau kembali ke hadapan manusia lain dengan rapi. Sangat rapi. Kemudian kamu pergi. Berlal