Skip to main content

Cerita Kita Selesai


Kamu, seperti yang banyak dipercaya orang, merupakan cinta pertama yang sempurna. Sosok yang selalu memberi kenyamanan dan kehangatan. Idealnya, kamu memberi gambaran sosok seperti apa yang akan menemani perjalanan hidup sang putri di masa depan. Di luar itu, kamu menjadi tokoh utama keluarga yang idealnya (lagi) bisa menjadi contoh.

Kamu punya segalanya. Di mata orang-orang, kamu seperti malaikat. Melindungi, mengayomi, menjadi manudia nyaris sempurna. Utuh. Kamu seperti utuh menjadi manusia. Hampir semua orang memuji. Kamu sosok kuat, berprinsip, tak neko-neko, pantang curang. Hidupmu kau serahkan untuk mengabdi kepada negara, daerah, dan masyarakat yang meminta.

Sangat sempurna bukan?


Tapi kamu lupa. Berjalan terlalu lurus sampai lengah ada benda kecil yang membuatmu terpeleset. Kamu terjatuh. Seluruh tubuhmu kotor. Tapi ada seseorang yang buru-buru membersihkan badan besarmu itu. Kau kembali ke hadapan manusia lain dengan rapi. Sangat rapi.

Kemudian kamu pergi. Berlalu dengan embel-embel sempurna yang tetap melekat. Aku pun selalu menceritakan sempurnanya kamu sebagai manusia. Seolah bangga padahal entah kenapa seperti ada yang mengganjal.

Sampai di suatu pagi, seseorang yang menutupi semua kurangmu memutuskan berbicara. Aku tak marah karena ulahmu. Aku mati rasa. Aku tak mengerti mengapa perasaan ini sangat datar. Padahal, aku berhak mencacimu.


Waktu menjawab. Aku mulai tahu apa yang kurasakan. Aku sangat membencimu. Bukan karena kekuranganmu, tapi karena polahmu yang membuat seseorang yang selama ini menutupi kurangmu menangis. Dia tersiksa dalam diam. Dia kunyah sendiri deritanya demi membuatmu tetap bersinar di hadapan orang lain. Aku ingin merobek-robek wajahmu. Tapi aki bahkan tak tahu di mana Tuhanmu menempatkanmu sekarang.

Aku membencimu. Tapi sejarah membuatku tak bisa lari. Kamu tetap dia. Orang yang bersinar di mata manusia lain.

Selamat 15 Oktober! Berbaiklah di sana. Tak ada doa. Tak ada sumpah serapah dariku. Cerita kita selesai.

Comments

Popular posts from this blog

Quo Vadis?

Lalu kemana harus kubawa pikiran ini? Membuatnya melayang bebas saja aku tak sanggup. Selalu ada sesuatu dalam diri yang menahan dan berusaha membawanya kembali pada jalur yang sama. Kamu. Se-istimewa itu kah Kamu? Aku bahkan sudah melupakan-Mu bertahun-tahun lamanya. Kurasa, Kamu juga sama. Secara tak sadar melupakan aku. Aku jadi ingat waktu Kita masih sering berjalan beriringan. Kamu dengan segala isyarat yang disampaikan melalui banyak 'media' membuat aku patuh dan tergiring ke jalan yang Kamu mau. Sampai pada suatu saat Kamu membuatku benar-benar kaget. Kau bahkan tak memberiku waktu untuk bersiap-siap menghadapinya. Maaf, tapi terus terang aku KECEWA! Sangat kecewa. Kita hidup dalam damai. Kita saling jujur. Tak ada yang kusembunyikan dari Kamu. Tapi belakangan aku sadar, terlalu banyak yang Kamu sembunyikan dari aku. Orang-orang bilang, tak ada satu pun akan tau apa yang Kamu lakukan di detik berikutnya. Kamu memberi kejutan tak menyenangkan! Kamu me