Skip to main content

Kedai Kopi, Senja dan 'Kita'

Kedai kopi masih menjadi favoritku membunuh waktu. Sakral buatku untuk melihat proses pergantian senja menjadi malam. Dan di kedai kopi ini, aku bisa menikmati redupnya warna langit yang pelan-pelan berganti menjadi hitam tanpa gradasi warna.

Masih ada buku kecil, pena, rokok, minuman dingin dan sekeranjang kecil kentang goreng. Kau tahu, masih tetap ada sunyi dalam kebisingan di sini. Sunyi juga yang membawa pikiran ini melayang entah ke mana.

Mungkin ke sosok kamu. Sosok yang tak lagi kurasa sama. Masih ingin kujaga hangatnya namun tak pernah bisa kuhidupkan kembali kenangannya.

Biarkan 'kita' menjadi kenangan yang pelan-pelan mengabur seiring pergantian waktu. Meski ketika pagi ingatan itu akan kembali, aku yakin, bersama senja selanjutnya, kamu akan kembali mengabur dan pelan-pelan menghilang. dalam lelapnya tidurku.

Comments

Popular posts from this blog

Quo Vadis?

Lalu kemana harus kubawa pikiran ini? Membuatnya melayang bebas saja aku tak sanggup. Selalu ada sesuatu dalam diri yang menahan dan berusaha membawanya kembali pada jalur yang sama. Kamu. Se-istimewa itu kah Kamu? Aku bahkan sudah melupakan-Mu bertahun-tahun lamanya. Kurasa, Kamu juga sama. Secara tak sadar melupakan aku. Aku jadi ingat waktu Kita masih sering berjalan beriringan. Kamu dengan segala isyarat yang disampaikan melalui banyak 'media' membuat aku patuh dan tergiring ke jalan yang Kamu mau. Sampai pada suatu saat Kamu membuatku benar-benar kaget. Kau bahkan tak memberiku waktu untuk bersiap-siap menghadapinya. Maaf, tapi terus terang aku KECEWA! Sangat kecewa. Kita hidup dalam damai. Kita saling jujur. Tak ada yang kusembunyikan dari Kamu. Tapi belakangan aku sadar, terlalu banyak yang Kamu sembunyikan dari aku. Orang-orang bilang, tak ada satu pun akan tau apa yang Kamu lakukan di detik berikutnya. Kamu memberi kejutan tak menyenangkan! Kamu me...

Oh! I swear to god ...... !

"Demi Tuhan lo pasti bakal berkeinginan ngebunuh orang yang sok tahu soal kehidupan lo" Ketika pagi tak mampu membungkam mulut-mulut nyinyir Saat itu pula gerombolan sindir demi sindir tergelincir Kalimat keluar tanpa proses berpikir Sumpah serapah pelan-pelan bergulir Bisakah kita hanya mengolah rasa? Jangan dilisankan jika hanya memutus asa Sebab sakit hati tak gampang dimakan masa Pikirkan, jangan membuat yang buruk sebagai yang biasa

Menilai Diri Sendiri

Butuh teman bicara. Ya, rasanya itulah yang sangat saya butuhkan saat ini. Memang, saya seringkali berbicara dengan benda mati. Karena mereka hanya mendengar tanpa merespon. Dan itu membuat saya nyaman. Tapi kali ini, saya rasa saya butuh manusia yang bisa memberi respon. Hmm.. tapiii, apa saya benar-benar membutuhkan itu? Sepertinya tidak! Jadi maaf, kalo lagi-lagi yang bisa saya lakukan hanya menulis. :) Hari ini, seperti biasa, saya melaksanakan tugas di multimedia. Menulis, meng-upload video berita, dan sesekali bercanda dengan rekan kerja, bahkan bercengkrama dengan beberapa teman. Puas! Karena hari ini rasanya lengkap. Tapi, semuanya berubah pas saya sampe di kost-an. Jujur, ternyata saya takut menghadapi diri sendiri. Pernah ada argumen tentang itu. Manusia modern adalah manusia yang takut menghadapi dirinya sendiri. Karena itulah, ketika libur datang, manusia  cenderung untuk menghabiskan waktu di luar. Mungkin di mal, zona bermain, ke rumah teman, dan lain-lain. T...